Ambon (Voa-Islam)- Menurut sejarawan Muslim Ahmad Mansur Suryanegara,
Pattimura adalah seorang Muslim yang taat. Selain keturunan bangsawan, ia juga
seorang ulama. Data sejarah menyebutkan bahwa pada masa itu semua pemimpin perang
di kawasan Maluku adalah bangsawan atau ulama, atau keduanya.
Seperti diketahui, selama ini, dalam
buku-buku sejarah, Kapitan Pattimura selalu disebut sebagai seorang Kristen.
Inilah salah satu contoh deislamisasi dan penghianatan kaum minoritas atas
sejarah pejuang Muslim di Maluku dan Indonesia pada umumnya.
Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku
disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Sapura seperti yang
dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Dia adalah bangsawan dari kerajaan
Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal
pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa
Maluku disebut Kasimiliali.
Mansyur Suryanegara berpendapat,
bahwa Pattimura itu marga yang masih ada sampai sekarang. Dan semua orang yang
bermarga Pattimura sekarang ini beragama Islam. Orang-orang tersebut mengaku
ikut agama nenek moyang mereka yaitu Pattimura.
Masih menurut Mansyur, mayoritas
kerajaan-kerajaan di Maluku adalah kerajaan Islam. Di antaranya adalah kerajaan
Ambon, Herat, dan Jailolo. Begitu banyaknya kerajaan sehingga orang Arab
menyebut kawasan ini dengan Jaziratul Muluk (Negeri Raja-raja). Sebutan ini
kelak dikenal dengan nama Maluku.
Mansyur pun tidak sependapat dengan
Maluku dan Ambon yang sampai kini diidentikkan dengan Kristen. Penulis buku
“Menemukan Sejarah” (yang menjadi best seller) ini mengatakan, “Kalau dibilang
Ambon itu lebih banyak Kristen, lihat saja dari udara (dari pesawat), banyak
masjid atau banyak gereja. Kenyataannya, lebih banyak menara masjid daripada
gereja.”
Buku biografi Pattimura versi
pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis, “Bahwa pahlawan
Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah
beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura
Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau bukan nama
orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan”.
Jadi asal nama Thomas Mattulessy
dalam buku sejarah nasional adalah karangan dari Sapija. Sebenarnya Mattulessy
bukanlah marga melainkan nama, yaitu Ahmad Lussy (Mat Lussy). Dan nama Thomas
Mattulessy sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah perjuangan rakyat
Maluku (yang ada adalah Mat Lussy).
Perjuangan Pattimura
Pattimura bangkit memimpin rakyat
Maluku menghadapi ambisi penjajah yang membawa misi Gold
(emas/kekayaan), Gospel (penyebaran Injil), and Glory
(kebanggaan). Perlawanan rakyat Maluku dilakukan karena kekhawatiran dan
kecemasan rakyat akan timbulnya kembali kekejaman pemerintah Belanda seperti
yang dilakukan masa pemerintahan VOC. Selain itu, Belanda menjalankan
praktik-praktik monopoli perdagangan dan pelayaran Hongi, yang membabat pertanian
hasil bumi yang tidak mau menjual kepada Belanda. Alasan lainnya, rakyat
dibebani berbagai kewajiban berat, seperti kewajiban kerja, penyerahan ikan
asin, dendeng, dan kopi.
Akibat penderitaan itu maka rakyat
Maluku bangkit mengangkat senjata. Pada tahun 1817, perlawanan itu dikomandani
oleh Kapitan Ahmad Lussy. Rakyat berhasil merebut Benteng Duurstede di Saparua.
Bahkan residennya yang bernama Van den Bergh terbunuh. Perlawanan meluas ke
Ambon, Seram, dan tempat-tempat lainnya.
Berulangkali Belanda mengerahkan
pasukan untuk menumpas perlawanan rakyat Maluku, tetapi berulangkali pula
Belanda mendapat pukulan berat. Karena itu Belanda meminta bantuan dari pasukan
yang ada di Jakarta. Keadaan jadi berbalik, Belanda semakin kuat dan perlawanan
rakyat Maluku terdesak. Akhirnya Ahmad Lussy dan kawan-kawan tertangkap
Belanda. Pada tanggal 16 Desember 1817 Ahmad Lussy beserta kawan-kawannya
menjalani hukuman mati di tiang gantungan
(Source http://www.voa-islam.com )
Ambon (Voa-Islam)-
Menurut sejarawan Muslim Ahmad Mansur Suryanegara, Pattimura adalah
seorang Muslim yang taat. Selain keturunan bangsawan, ia juga seorang
ulama. Data sejarah menyebutkan bahwa pada masa itu semua pemimpin
perang di kawasan Maluku adalah bangsawan atau ulama, atau keduanya.
Seperti diketahui, selama ini, dalam buku-buku sejarah, Kapitan Pattimura selalu disebut sebagai seorang Kristen. Inilah salah satu contoh deislamisasi dan penghianatan kaum minoritas atas sejarah pejuang Muslim di Maluku dan Indonesia pada umumnya.
Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Sapura seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Dia adalah bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali.
Mansyur Suryanegara berpendapat, bahwa Pattimura itu marga yang masih ada sampai sekarang. Dan semua orang yang bermarga Pattimura sekarang ini beragama Islam. Orang-orang tersebut mengaku ikut agama nenek moyang mereka yaitu Pattimura.
Masih menurut Mansyur, mayoritas kerajaan-kerajaan di Maluku adalah kerajaan Islam. Di antaranya adalah kerajaan Ambon, Herat, dan Jailolo. Begitu banyaknya kerajaan sehingga orang Arab menyebut kawasan ini dengan Jaziratul Muluk (Negeri Raja-raja). Sebutan ini kelak dikenal dengan nama Maluku.
Mansyur pun tidak sependapat dengan Maluku dan Ambon yang sampai kini diidentikkan dengan Kristen. Penulis buku “Menemukan Sejarah” (yang menjadi best seller) ini mengatakan, “Kalau dibilang Ambon itu lebih banyak Kristen, lihat saja dari udara (dari pesawat), banyak masjid atau banyak gereja. Kenyataannya, lebih banyak menara masjid daripada gereja.”
Buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis, “Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau bukan nama orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan”.
Jadi asal nama Thomas Mattulessy dalam buku sejarah nasional adalah karangan dari Sapija. Sebenarnya Mattulessy bukanlah marga melainkan nama, yaitu Ahmad Lussy (Mat Lussy). Dan nama Thomas Mattulessy sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah perjuangan rakyat Maluku (yang ada adalah Mat Lussy).
Perjuangan Pattimura
Pattimura bangkit memimpin rakyat Maluku menghadapi ambisi penjajah yang membawa misi Gold (emas/kekayaan), Gospel (penyebaran Injil), and Glory (kebanggaan). Perlawanan rakyat Maluku dilakukan karena kekhawatiran dan kecemasan rakyat akan timbulnya kembali kekejaman pemerintah Belanda seperti yang dilakukan masa pemerintahan VOC. Selain itu, Belanda menjalankan praktik-praktik monopoli perdagangan dan pelayaran Hongi, yang membabat pertanian hasil bumi yang tidak mau menjual kepada Belanda. Alasan lainnya, rakyat dibebani berbagai kewajiban berat, seperti kewajiban kerja, penyerahan ikan asin, dendeng, dan kopi.
Akibat penderitaan itu maka rakyat Maluku bangkit mengangkat senjata. Pada tahun 1817, perlawanan itu dikomandani oleh Kapitan Ahmad Lussy. Rakyat berhasil merebut Benteng Duurstede di Saparua. Bahkan residennya yang bernama Van den Bergh terbunuh. Perlawanan meluas ke Ambon, Seram, dan tempat-tempat lainnya.
Berulangkali Belanda mengerahkan pasukan untuk menumpas perlawanan rakyat Maluku, tetapi berulangkali pula Belanda mendapat pukulan berat. Karena itu Belanda meminta bantuan dari pasukan yang ada di Jakarta. Keadaan jadi berbalik, Belanda semakin kuat dan perlawanan rakyat Maluku terdesak. Akhirnya Ahmad Lussy dan kawan-kawan tertangkap Belanda. Pada tanggal 16 Desember 1817 Ahmad Lussy beserta kawan-kawannya menjalani hukuman mati di tiang gantungan
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/mujahid/2011/11/09/16629/pattimura-bukan-kristiani-melainkan-muslim-yang-taat/#sthash.GO3AmMfr.dpuf
Seperti diketahui, selama ini, dalam buku-buku sejarah, Kapitan Pattimura selalu disebut sebagai seorang Kristen. Inilah salah satu contoh deislamisasi dan penghianatan kaum minoritas atas sejarah pejuang Muslim di Maluku dan Indonesia pada umumnya.
Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Sapura seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Dia adalah bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali.
Mansyur Suryanegara berpendapat, bahwa Pattimura itu marga yang masih ada sampai sekarang. Dan semua orang yang bermarga Pattimura sekarang ini beragama Islam. Orang-orang tersebut mengaku ikut agama nenek moyang mereka yaitu Pattimura.
Masih menurut Mansyur, mayoritas kerajaan-kerajaan di Maluku adalah kerajaan Islam. Di antaranya adalah kerajaan Ambon, Herat, dan Jailolo. Begitu banyaknya kerajaan sehingga orang Arab menyebut kawasan ini dengan Jaziratul Muluk (Negeri Raja-raja). Sebutan ini kelak dikenal dengan nama Maluku.
Mansyur pun tidak sependapat dengan Maluku dan Ambon yang sampai kini diidentikkan dengan Kristen. Penulis buku “Menemukan Sejarah” (yang menjadi best seller) ini mengatakan, “Kalau dibilang Ambon itu lebih banyak Kristen, lihat saja dari udara (dari pesawat), banyak masjid atau banyak gereja. Kenyataannya, lebih banyak menara masjid daripada gereja.”
Buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis, “Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau bukan nama orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan”.
Jadi asal nama Thomas Mattulessy dalam buku sejarah nasional adalah karangan dari Sapija. Sebenarnya Mattulessy bukanlah marga melainkan nama, yaitu Ahmad Lussy (Mat Lussy). Dan nama Thomas Mattulessy sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah perjuangan rakyat Maluku (yang ada adalah Mat Lussy).
Perjuangan Pattimura
Pattimura bangkit memimpin rakyat Maluku menghadapi ambisi penjajah yang membawa misi Gold (emas/kekayaan), Gospel (penyebaran Injil), and Glory (kebanggaan). Perlawanan rakyat Maluku dilakukan karena kekhawatiran dan kecemasan rakyat akan timbulnya kembali kekejaman pemerintah Belanda seperti yang dilakukan masa pemerintahan VOC. Selain itu, Belanda menjalankan praktik-praktik monopoli perdagangan dan pelayaran Hongi, yang membabat pertanian hasil bumi yang tidak mau menjual kepada Belanda. Alasan lainnya, rakyat dibebani berbagai kewajiban berat, seperti kewajiban kerja, penyerahan ikan asin, dendeng, dan kopi.
Akibat penderitaan itu maka rakyat Maluku bangkit mengangkat senjata. Pada tahun 1817, perlawanan itu dikomandani oleh Kapitan Ahmad Lussy. Rakyat berhasil merebut Benteng Duurstede di Saparua. Bahkan residennya yang bernama Van den Bergh terbunuh. Perlawanan meluas ke Ambon, Seram, dan tempat-tempat lainnya.
Berulangkali Belanda mengerahkan pasukan untuk menumpas perlawanan rakyat Maluku, tetapi berulangkali pula Belanda mendapat pukulan berat. Karena itu Belanda meminta bantuan dari pasukan yang ada di Jakarta. Keadaan jadi berbalik, Belanda semakin kuat dan perlawanan rakyat Maluku terdesak. Akhirnya Ahmad Lussy dan kawan-kawan tertangkap Belanda. Pada tanggal 16 Desember 1817 Ahmad Lussy beserta kawan-kawannya menjalani hukuman mati di tiang gantungan
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/mujahid/2011/11/09/16629/pattimura-bukan-kristiani-melainkan-muslim-yang-taat/#sthash.GO3AmMfr.dpuf
Pattimura Bukan Kristiani, Melainkan Muslim yang Taat
Ambon (Voa-Islam)- Menurut sejarawan Muslim Ahmad Mansur Suryanegara, Pattimura adalah seorang Muslim yang taat. Selain keturunan bangsawan, ia juga seorang ulama. Data sejarah menyebutkan bahwa pada masa itu semua pemimpin perang di kawasan Maluku adalah bangsawan atau ulama, atau keduanya.Seperti diketahui, selama ini, dalam buku-buku sejarah, Kapitan Pattimura selalu disebut sebagai seorang Kristen. Inilah salah satu contoh deislamisasi dan penghianatan kaum minoritas atas sejarah pejuang Muslim di Maluku dan Indonesia pada umumnya.
Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Sapura seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Dia adalah bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali.
Mansyur Suryanegara berpendapat, bahwa Pattimura itu marga yang masih ada sampai sekarang. Dan semua orang yang bermarga Pattimura sekarang ini beragama Islam. Orang-orang tersebut mengaku ikut agama nenek moyang mereka yaitu Pattimura.
Masih menurut Mansyur, mayoritas kerajaan-kerajaan di Maluku adalah kerajaan Islam. Di antaranya adalah kerajaan Ambon, Herat, dan Jailolo. Begitu banyaknya kerajaan sehingga orang Arab menyebut kawasan ini dengan Jaziratul Muluk (Negeri Raja-raja). Sebutan ini kelak dikenal dengan nama Maluku.
Mansyur pun tidak sependapat dengan Maluku dan Ambon yang sampai kini diidentikkan dengan Kristen. Penulis buku “Menemukan Sejarah” (yang menjadi best seller) ini mengatakan, “Kalau dibilang Ambon itu lebih banyak Kristen, lihat saja dari udara (dari pesawat), banyak masjid atau banyak gereja. Kenyataannya, lebih banyak menara masjid daripada gereja.”
Buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis, “Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau bukan nama orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan”.
Jadi asal nama Thomas Mattulessy dalam buku sejarah nasional adalah karangan dari Sapija. Sebenarnya Mattulessy bukanlah marga melainkan nama, yaitu Ahmad Lussy (Mat Lussy). Dan nama Thomas Mattulessy sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah perjuangan rakyat Maluku (yang ada adalah Mat Lussy).
Perjuangan Pattimura
Pattimura bangkit memimpin rakyat Maluku menghadapi ambisi penjajah yang membawa misi Gold (emas/kekayaan), Gospel (penyebaran Injil), and Glory (kebanggaan). Perlawanan rakyat Maluku dilakukan karena kekhawatiran dan kecemasan rakyat akan timbulnya kembali kekejaman pemerintah Belanda seperti yang dilakukan masa pemerintahan VOC. Selain itu, Belanda menjalankan praktik-praktik monopoli perdagangan dan pelayaran Hongi, yang membabat pertanian hasil bumi yang tidak mau menjual kepada Belanda. Alasan lainnya, rakyat dibebani berbagai kewajiban berat, seperti kewajiban kerja, penyerahan ikan asin, dendeng, dan kopi.
Akibat penderitaan itu maka rakyat Maluku bangkit mengangkat senjata. Pada tahun 1817, perlawanan itu dikomandani oleh Kapitan Ahmad Lussy. Rakyat berhasil merebut Benteng Duurstede di Saparua. Bahkan residennya yang bernama Van den Bergh terbunuh. Perlawanan meluas ke Ambon, Seram, dan tempat-tempat lainnya.
Berulangkali Belanda mengerahkan pasukan untuk menumpas perlawanan rakyat Maluku, tetapi berulangkali pula Belanda mendapat pukulan berat. Karena itu Belanda meminta bantuan dari pasukan yang ada di Jakarta. Keadaan jadi berbalik, Belanda semakin kuat dan perlawanan rakyat Maluku terdesak. Akhirnya Ahmad Lussy dan kawan-kawan tertangkap Belanda. Pada tanggal 16 Desember 1817 Ahmad Lussy beserta kawan-kawannya menjalani hukuman mati di tiang gantungan
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/mujahid/2011/11/09/16629/pattimura-bukan-kristiani-melainkan-muslim-yang-taat/#sthash.GO3AmMfr.dpuf
Pattimura Bukan Kristiani, Melainkan Muslim yang Taat
Ambon (Voa-Islam)- Menurut sejarawan Muslim Ahmad Mansur Suryanegara, Pattimura adalah seorang Muslim yang taat. Selain keturunan bangsawan, ia juga seorang ulama. Data sejarah menyebutkan bahwa pada masa itu semua pemimpin perang di kawasan Maluku adalah bangsawan atau ulama, atau keduanya.Seperti diketahui, selama ini, dalam buku-buku sejarah, Kapitan Pattimura selalu disebut sebagai seorang Kristen. Inilah salah satu contoh deislamisasi dan penghianatan kaum minoritas atas sejarah pejuang Muslim di Maluku dan Indonesia pada umumnya.
Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Sapura seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Dia adalah bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali.
Mansyur Suryanegara berpendapat, bahwa Pattimura itu marga yang masih ada sampai sekarang. Dan semua orang yang bermarga Pattimura sekarang ini beragama Islam. Orang-orang tersebut mengaku ikut agama nenek moyang mereka yaitu Pattimura.
Masih menurut Mansyur, mayoritas kerajaan-kerajaan di Maluku adalah kerajaan Islam. Di antaranya adalah kerajaan Ambon, Herat, dan Jailolo. Begitu banyaknya kerajaan sehingga orang Arab menyebut kawasan ini dengan Jaziratul Muluk (Negeri Raja-raja). Sebutan ini kelak dikenal dengan nama Maluku.
Mansyur pun tidak sependapat dengan Maluku dan Ambon yang sampai kini diidentikkan dengan Kristen. Penulis buku “Menemukan Sejarah” (yang menjadi best seller) ini mengatakan, “Kalau dibilang Ambon itu lebih banyak Kristen, lihat saja dari udara (dari pesawat), banyak masjid atau banyak gereja. Kenyataannya, lebih banyak menara masjid daripada gereja.”
Buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis, “Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau bukan nama orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan”.
Jadi asal nama Thomas Mattulessy dalam buku sejarah nasional adalah karangan dari Sapija. Sebenarnya Mattulessy bukanlah marga melainkan nama, yaitu Ahmad Lussy (Mat Lussy). Dan nama Thomas Mattulessy sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah perjuangan rakyat Maluku (yang ada adalah Mat Lussy).
Perjuangan Pattimura
Pattimura bangkit memimpin rakyat Maluku menghadapi ambisi penjajah yang membawa misi Gold (emas/kekayaan), Gospel (penyebaran Injil), and Glory (kebanggaan). Perlawanan rakyat Maluku dilakukan karena kekhawatiran dan kecemasan rakyat akan timbulnya kembali kekejaman pemerintah Belanda seperti yang dilakukan masa pemerintahan VOC. Selain itu, Belanda menjalankan praktik-praktik monopoli perdagangan dan pelayaran Hongi, yang membabat pertanian hasil bumi yang tidak mau menjual kepada Belanda. Alasan lainnya, rakyat dibebani berbagai kewajiban berat, seperti kewajiban kerja, penyerahan ikan asin, dendeng, dan kopi.
Akibat penderitaan itu maka rakyat Maluku bangkit mengangkat senjata. Pada tahun 1817, perlawanan itu dikomandani oleh Kapitan Ahmad Lussy. Rakyat berhasil merebut Benteng Duurstede di Saparua. Bahkan residennya yang bernama Van den Bergh terbunuh. Perlawanan meluas ke Ambon, Seram, dan tempat-tempat lainnya.
Berulangkali Belanda mengerahkan pasukan untuk menumpas perlawanan rakyat Maluku, tetapi berulangkali pula Belanda mendapat pukulan berat. Karena itu Belanda meminta bantuan dari pasukan yang ada di Jakarta. Keadaan jadi berbalik, Belanda semakin kuat dan perlawanan rakyat Maluku terdesak. Akhirnya Ahmad Lussy dan kawan-kawan tertangkap Belanda. Pada tanggal 16 Desember 1817 Ahmad Lussy beserta kawan-kawannya menjalani hukuman mati di tiang gantungan
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/mujahid/2011/11/09/16629/pattimura-bukan-kristiani-melainkan-muslim-yang-taat/#sthash.GO3AmMfr.dpuf
Ambon (Voa-Islam)- Menurut sejarawan Muslim Ahmad Mansur Suryanegara,
Pattimura adalah seorang Muslim yang taat. Selain keturunan bangsawan, ia juga
seorang ulama. Data sejarah menyebutkan bahwa pada masa itu semua pemimpin perang
di kawasan Maluku adalah bangsawan atau ulama, atau keduanya.
Seperti diketahui, selama ini, dalam
buku-buku sejarah, Kapitan Pattimura selalu disebut sebagai seorang Kristen.
Inilah salah satu contoh deislamisasi dan penghianatan kaum minoritas atas
sejarah pejuang Muslim di Maluku dan Indonesia pada umumnya.
Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku
disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Sapura seperti yang
dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Dia adalah bangsawan dari kerajaan
Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal
pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa
Maluku disebut Kasimiliali.
Mansyur Suryanegara berpendapat,
bahwa Pattimura itu marga yang masih ada sampai sekarang. Dan semua orang yang
bermarga Pattimura sekarang ini beragama Islam. Orang-orang tersebut mengaku
ikut agama nenek moyang mereka yaitu Pattimura.
Masih menurut Mansyur, mayoritas
kerajaan-kerajaan di Maluku adalah kerajaan Islam. Di antaranya adalah kerajaan
Ambon, Herat, dan Jailolo. Begitu banyaknya kerajaan sehingga orang Arab
menyebut kawasan ini dengan Jaziratul Muluk (Negeri Raja-raja). Sebutan ini
kelak dikenal dengan nama Maluku.
Mansyur pun tidak sependapat dengan
Maluku dan Ambon yang sampai kini diidentikkan dengan Kristen. Penulis buku
“Menemukan Sejarah” (yang menjadi best seller) ini mengatakan, “Kalau dibilang
Ambon itu lebih banyak Kristen, lihat saja dari udara (dari pesawat), banyak
masjid atau banyak gereja. Kenyataannya, lebih banyak menara masjid daripada
gereja.”
Buku biografi Pattimura versi
pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis, “Bahwa pahlawan
Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah
beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura
Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau bukan nama
orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan”.
Jadi asal nama Thomas Mattulessy
dalam buku sejarah nasional adalah karangan dari Sapija. Sebenarnya Mattulessy
bukanlah marga melainkan nama, yaitu Ahmad Lussy (Mat Lussy). Dan nama Thomas
Mattulessy sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah perjuangan rakyat
Maluku (yang ada adalah Mat Lussy).
Perjuangan Pattimura
Pattimura bangkit memimpin rakyat
Maluku menghadapi ambisi penjajah yang membawa misi Gold
(emas/kekayaan), Gospel (penyebaran Injil), and Glory
(kebanggaan). Perlawanan rakyat Maluku dilakukan karena kekhawatiran dan
kecemasan rakyat akan timbulnya kembali kekejaman pemerintah Belanda seperti
yang dilakukan masa pemerintahan VOC. Selain itu, Belanda menjalankan
praktik-praktik monopoli perdagangan dan pelayaran Hongi, yang membabat pertanian
hasil bumi yang tidak mau menjual kepada Belanda. Alasan lainnya, rakyat
dibebani berbagai kewajiban berat, seperti kewajiban kerja, penyerahan ikan
asin, dendeng, dan kopi.
Akibat penderitaan itu maka rakyat
Maluku bangkit mengangkat senjata. Pada tahun 1817, perlawanan itu dikomandani
oleh Kapitan Ahmad Lussy. Rakyat berhasil merebut Benteng Duurstede di Saparua.
Bahkan residennya yang bernama Van den Bergh terbunuh. Perlawanan meluas ke
Ambon, Seram, dan tempat-tempat lainnya.
Berulangkali Belanda mengerahkan
pasukan untuk menumpas perlawanan rakyat Maluku, tetapi berulangkali pula
Belanda mendapat pukulan berat. Karena itu Belanda meminta bantuan dari pasukan
yang ada di Jakarta. Keadaan jadi berbalik, Belanda semakin kuat dan perlawanan
rakyat Maluku terdesak. Akhirnya Ahmad Lussy dan kawan-kawan tertangkap
Belanda. Pada tanggal 16 Desember 1817 Ahmad Lussy beserta kawan-kawannya
menjalani hukuman mati di tiang gantungan
(Source http://www.voa-islam.com )
Ambon (Voa-Islam)-
Menurut sejarawan Muslim Ahmad Mansur Suryanegara, Pattimura adalah
seorang Muslim yang taat. Selain keturunan bangsawan, ia juga seorang
ulama. Data sejarah menyebutkan bahwa pada masa itu semua pemimpin
perang di kawasan Maluku adalah bangsawan atau ulama, atau keduanya.
Seperti diketahui, selama ini, dalam buku-buku sejarah, Kapitan Pattimura selalu disebut sebagai seorang Kristen. Inilah salah satu contoh deislamisasi dan penghianatan kaum minoritas atas sejarah pejuang Muslim di Maluku dan Indonesia pada umumnya.
Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Sapura seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Dia adalah bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali.
Mansyur Suryanegara berpendapat, bahwa Pattimura itu marga yang masih ada sampai sekarang. Dan semua orang yang bermarga Pattimura sekarang ini beragama Islam. Orang-orang tersebut mengaku ikut agama nenek moyang mereka yaitu Pattimura.
Masih menurut Mansyur, mayoritas kerajaan-kerajaan di Maluku adalah kerajaan Islam. Di antaranya adalah kerajaan Ambon, Herat, dan Jailolo. Begitu banyaknya kerajaan sehingga orang Arab menyebut kawasan ini dengan Jaziratul Muluk (Negeri Raja-raja). Sebutan ini kelak dikenal dengan nama Maluku.
Mansyur pun tidak sependapat dengan Maluku dan Ambon yang sampai kini diidentikkan dengan Kristen. Penulis buku “Menemukan Sejarah” (yang menjadi best seller) ini mengatakan, “Kalau dibilang Ambon itu lebih banyak Kristen, lihat saja dari udara (dari pesawat), banyak masjid atau banyak gereja. Kenyataannya, lebih banyak menara masjid daripada gereja.”
Buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis, “Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau bukan nama orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan”.
Jadi asal nama Thomas Mattulessy dalam buku sejarah nasional adalah karangan dari Sapija. Sebenarnya Mattulessy bukanlah marga melainkan nama, yaitu Ahmad Lussy (Mat Lussy). Dan nama Thomas Mattulessy sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah perjuangan rakyat Maluku (yang ada adalah Mat Lussy).
Perjuangan Pattimura
Pattimura bangkit memimpin rakyat Maluku menghadapi ambisi penjajah yang membawa misi Gold (emas/kekayaan), Gospel (penyebaran Injil), and Glory (kebanggaan). Perlawanan rakyat Maluku dilakukan karena kekhawatiran dan kecemasan rakyat akan timbulnya kembali kekejaman pemerintah Belanda seperti yang dilakukan masa pemerintahan VOC. Selain itu, Belanda menjalankan praktik-praktik monopoli perdagangan dan pelayaran Hongi, yang membabat pertanian hasil bumi yang tidak mau menjual kepada Belanda. Alasan lainnya, rakyat dibebani berbagai kewajiban berat, seperti kewajiban kerja, penyerahan ikan asin, dendeng, dan kopi.
Akibat penderitaan itu maka rakyat Maluku bangkit mengangkat senjata. Pada tahun 1817, perlawanan itu dikomandani oleh Kapitan Ahmad Lussy. Rakyat berhasil merebut Benteng Duurstede di Saparua. Bahkan residennya yang bernama Van den Bergh terbunuh. Perlawanan meluas ke Ambon, Seram, dan tempat-tempat lainnya.
Berulangkali Belanda mengerahkan pasukan untuk menumpas perlawanan rakyat Maluku, tetapi berulangkali pula Belanda mendapat pukulan berat. Karena itu Belanda meminta bantuan dari pasukan yang ada di Jakarta. Keadaan jadi berbalik, Belanda semakin kuat dan perlawanan rakyat Maluku terdesak. Akhirnya Ahmad Lussy dan kawan-kawan tertangkap Belanda. Pada tanggal 16 Desember 1817 Ahmad Lussy beserta kawan-kawannya menjalani hukuman mati di tiang gantungan
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/mujahid/2011/11/09/16629/pattimura-bukan-kristiani-melainkan-muslim-yang-taat/#sthash.GO3AmMfr.dpuf
Seperti diketahui, selama ini, dalam buku-buku sejarah, Kapitan Pattimura selalu disebut sebagai seorang Kristen. Inilah salah satu contoh deislamisasi dan penghianatan kaum minoritas atas sejarah pejuang Muslim di Maluku dan Indonesia pada umumnya.
Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Sapura seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Dia adalah bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali.
Mansyur Suryanegara berpendapat, bahwa Pattimura itu marga yang masih ada sampai sekarang. Dan semua orang yang bermarga Pattimura sekarang ini beragama Islam. Orang-orang tersebut mengaku ikut agama nenek moyang mereka yaitu Pattimura.
Masih menurut Mansyur, mayoritas kerajaan-kerajaan di Maluku adalah kerajaan Islam. Di antaranya adalah kerajaan Ambon, Herat, dan Jailolo. Begitu banyaknya kerajaan sehingga orang Arab menyebut kawasan ini dengan Jaziratul Muluk (Negeri Raja-raja). Sebutan ini kelak dikenal dengan nama Maluku.
Mansyur pun tidak sependapat dengan Maluku dan Ambon yang sampai kini diidentikkan dengan Kristen. Penulis buku “Menemukan Sejarah” (yang menjadi best seller) ini mengatakan, “Kalau dibilang Ambon itu lebih banyak Kristen, lihat saja dari udara (dari pesawat), banyak masjid atau banyak gereja. Kenyataannya, lebih banyak menara masjid daripada gereja.”
Buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis, “Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau bukan nama orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan”.
Jadi asal nama Thomas Mattulessy dalam buku sejarah nasional adalah karangan dari Sapija. Sebenarnya Mattulessy bukanlah marga melainkan nama, yaitu Ahmad Lussy (Mat Lussy). Dan nama Thomas Mattulessy sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah perjuangan rakyat Maluku (yang ada adalah Mat Lussy).
Perjuangan Pattimura
Pattimura bangkit memimpin rakyat Maluku menghadapi ambisi penjajah yang membawa misi Gold (emas/kekayaan), Gospel (penyebaran Injil), and Glory (kebanggaan). Perlawanan rakyat Maluku dilakukan karena kekhawatiran dan kecemasan rakyat akan timbulnya kembali kekejaman pemerintah Belanda seperti yang dilakukan masa pemerintahan VOC. Selain itu, Belanda menjalankan praktik-praktik monopoli perdagangan dan pelayaran Hongi, yang membabat pertanian hasil bumi yang tidak mau menjual kepada Belanda. Alasan lainnya, rakyat dibebani berbagai kewajiban berat, seperti kewajiban kerja, penyerahan ikan asin, dendeng, dan kopi.
Akibat penderitaan itu maka rakyat Maluku bangkit mengangkat senjata. Pada tahun 1817, perlawanan itu dikomandani oleh Kapitan Ahmad Lussy. Rakyat berhasil merebut Benteng Duurstede di Saparua. Bahkan residennya yang bernama Van den Bergh terbunuh. Perlawanan meluas ke Ambon, Seram, dan tempat-tempat lainnya.
Berulangkali Belanda mengerahkan pasukan untuk menumpas perlawanan rakyat Maluku, tetapi berulangkali pula Belanda mendapat pukulan berat. Karena itu Belanda meminta bantuan dari pasukan yang ada di Jakarta. Keadaan jadi berbalik, Belanda semakin kuat dan perlawanan rakyat Maluku terdesak. Akhirnya Ahmad Lussy dan kawan-kawan tertangkap Belanda. Pada tanggal 16 Desember 1817 Ahmad Lussy beserta kawan-kawannya menjalani hukuman mati di tiang gantungan
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/mujahid/2011/11/09/16629/pattimura-bukan-kristiani-melainkan-muslim-yang-taat/#sthash.GO3AmMfr.dpuf
Pattimura Bukan Kristiani, Melainkan Muslim yang Taat
Ambon (Voa-Islam)- Menurut sejarawan Muslim Ahmad Mansur Suryanegara, Pattimura adalah seorang Muslim yang taat. Selain keturunan bangsawan, ia juga seorang ulama. Data sejarah menyebutkan bahwa pada masa itu semua pemimpin perang di kawasan Maluku adalah bangsawan atau ulama, atau keduanya.Seperti diketahui, selama ini, dalam buku-buku sejarah, Kapitan Pattimura selalu disebut sebagai seorang Kristen. Inilah salah satu contoh deislamisasi dan penghianatan kaum minoritas atas sejarah pejuang Muslim di Maluku dan Indonesia pada umumnya.
Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Sapura seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Dia adalah bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali.
Mansyur Suryanegara berpendapat, bahwa Pattimura itu marga yang masih ada sampai sekarang. Dan semua orang yang bermarga Pattimura sekarang ini beragama Islam. Orang-orang tersebut mengaku ikut agama nenek moyang mereka yaitu Pattimura.
Masih menurut Mansyur, mayoritas kerajaan-kerajaan di Maluku adalah kerajaan Islam. Di antaranya adalah kerajaan Ambon, Herat, dan Jailolo. Begitu banyaknya kerajaan sehingga orang Arab menyebut kawasan ini dengan Jaziratul Muluk (Negeri Raja-raja). Sebutan ini kelak dikenal dengan nama Maluku.
Mansyur pun tidak sependapat dengan Maluku dan Ambon yang sampai kini diidentikkan dengan Kristen. Penulis buku “Menemukan Sejarah” (yang menjadi best seller) ini mengatakan, “Kalau dibilang Ambon itu lebih banyak Kristen, lihat saja dari udara (dari pesawat), banyak masjid atau banyak gereja. Kenyataannya, lebih banyak menara masjid daripada gereja.”
Buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis, “Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau bukan nama orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan”.
Jadi asal nama Thomas Mattulessy dalam buku sejarah nasional adalah karangan dari Sapija. Sebenarnya Mattulessy bukanlah marga melainkan nama, yaitu Ahmad Lussy (Mat Lussy). Dan nama Thomas Mattulessy sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah perjuangan rakyat Maluku (yang ada adalah Mat Lussy).
Perjuangan Pattimura
Pattimura bangkit memimpin rakyat Maluku menghadapi ambisi penjajah yang membawa misi Gold (emas/kekayaan), Gospel (penyebaran Injil), and Glory (kebanggaan). Perlawanan rakyat Maluku dilakukan karena kekhawatiran dan kecemasan rakyat akan timbulnya kembali kekejaman pemerintah Belanda seperti yang dilakukan masa pemerintahan VOC. Selain itu, Belanda menjalankan praktik-praktik monopoli perdagangan dan pelayaran Hongi, yang membabat pertanian hasil bumi yang tidak mau menjual kepada Belanda. Alasan lainnya, rakyat dibebani berbagai kewajiban berat, seperti kewajiban kerja, penyerahan ikan asin, dendeng, dan kopi.
Akibat penderitaan itu maka rakyat Maluku bangkit mengangkat senjata. Pada tahun 1817, perlawanan itu dikomandani oleh Kapitan Ahmad Lussy. Rakyat berhasil merebut Benteng Duurstede di Saparua. Bahkan residennya yang bernama Van den Bergh terbunuh. Perlawanan meluas ke Ambon, Seram, dan tempat-tempat lainnya.
Berulangkali Belanda mengerahkan pasukan untuk menumpas perlawanan rakyat Maluku, tetapi berulangkali pula Belanda mendapat pukulan berat. Karena itu Belanda meminta bantuan dari pasukan yang ada di Jakarta. Keadaan jadi berbalik, Belanda semakin kuat dan perlawanan rakyat Maluku terdesak. Akhirnya Ahmad Lussy dan kawan-kawan tertangkap Belanda. Pada tanggal 16 Desember 1817 Ahmad Lussy beserta kawan-kawannya menjalani hukuman mati di tiang gantungan
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/mujahid/2011/11/09/16629/pattimura-bukan-kristiani-melainkan-muslim-yang-taat/#sthash.GO3AmMfr.dpuf
Pattimura Bukan Kristiani, Melainkan Muslim yang Taat
Ambon (Voa-Islam)- Menurut sejarawan Muslim Ahmad Mansur Suryanegara, Pattimura adalah seorang Muslim yang taat. Selain keturunan bangsawan, ia juga seorang ulama. Data sejarah menyebutkan bahwa pada masa itu semua pemimpin perang di kawasan Maluku adalah bangsawan atau ulama, atau keduanya.Seperti diketahui, selama ini, dalam buku-buku sejarah, Kapitan Pattimura selalu disebut sebagai seorang Kristen. Inilah salah satu contoh deislamisasi dan penghianatan kaum minoritas atas sejarah pejuang Muslim di Maluku dan Indonesia pada umumnya.
Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Sapura seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Dia adalah bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali.
Mansyur Suryanegara berpendapat, bahwa Pattimura itu marga yang masih ada sampai sekarang. Dan semua orang yang bermarga Pattimura sekarang ini beragama Islam. Orang-orang tersebut mengaku ikut agama nenek moyang mereka yaitu Pattimura.
Masih menurut Mansyur, mayoritas kerajaan-kerajaan di Maluku adalah kerajaan Islam. Di antaranya adalah kerajaan Ambon, Herat, dan Jailolo. Begitu banyaknya kerajaan sehingga orang Arab menyebut kawasan ini dengan Jaziratul Muluk (Negeri Raja-raja). Sebutan ini kelak dikenal dengan nama Maluku.
Mansyur pun tidak sependapat dengan Maluku dan Ambon yang sampai kini diidentikkan dengan Kristen. Penulis buku “Menemukan Sejarah” (yang menjadi best seller) ini mengatakan, “Kalau dibilang Ambon itu lebih banyak Kristen, lihat saja dari udara (dari pesawat), banyak masjid atau banyak gereja. Kenyataannya, lebih banyak menara masjid daripada gereja.”
Buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis, “Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau bukan nama orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan”.
Jadi asal nama Thomas Mattulessy dalam buku sejarah nasional adalah karangan dari Sapija. Sebenarnya Mattulessy bukanlah marga melainkan nama, yaitu Ahmad Lussy (Mat Lussy). Dan nama Thomas Mattulessy sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah perjuangan rakyat Maluku (yang ada adalah Mat Lussy).
Perjuangan Pattimura
Pattimura bangkit memimpin rakyat Maluku menghadapi ambisi penjajah yang membawa misi Gold (emas/kekayaan), Gospel (penyebaran Injil), and Glory (kebanggaan). Perlawanan rakyat Maluku dilakukan karena kekhawatiran dan kecemasan rakyat akan timbulnya kembali kekejaman pemerintah Belanda seperti yang dilakukan masa pemerintahan VOC. Selain itu, Belanda menjalankan praktik-praktik monopoli perdagangan dan pelayaran Hongi, yang membabat pertanian hasil bumi yang tidak mau menjual kepada Belanda. Alasan lainnya, rakyat dibebani berbagai kewajiban berat, seperti kewajiban kerja, penyerahan ikan asin, dendeng, dan kopi.
Akibat penderitaan itu maka rakyat Maluku bangkit mengangkat senjata. Pada tahun 1817, perlawanan itu dikomandani oleh Kapitan Ahmad Lussy. Rakyat berhasil merebut Benteng Duurstede di Saparua. Bahkan residennya yang bernama Van den Bergh terbunuh. Perlawanan meluas ke Ambon, Seram, dan tempat-tempat lainnya.
Berulangkali Belanda mengerahkan pasukan untuk menumpas perlawanan rakyat Maluku, tetapi berulangkali pula Belanda mendapat pukulan berat. Karena itu Belanda meminta bantuan dari pasukan yang ada di Jakarta. Keadaan jadi berbalik, Belanda semakin kuat dan perlawanan rakyat Maluku terdesak. Akhirnya Ahmad Lussy dan kawan-kawan tertangkap Belanda. Pada tanggal 16 Desember 1817 Ahmad Lussy beserta kawan-kawannya menjalani hukuman mati di tiang gantungan
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/mujahid/2011/11/09/16629/pattimura-bukan-kristiani-melainkan-muslim-yang-taat/#sthash.GO3AmMfr.dpuf